PENDAHULUAN
Peternakan adalah pengusaha ternak untuk tujuan memperoleh hasil dari ternak tersebut (ternak) untuk keperluan manusia. Sedangkan arti ternak itu sendiri adalah hewan piaraan, yang kehidupannya yaitu mengenal tempat perkembangbiakan, serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia serta dipelihara khusus sebagai penghasil bahan-bahan dan jasa-jasa yang berguna bagi kepentingan hidup manusia.
Ada beberapa sub bab dari peternakan itu sendiri diantaranya, (1) peternakan murni (pure breeding) adalah cara peternak dimana perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan jalan pemacekan/perkawinan antara hewan-hewan yang termasuk satu rumpun. (2) perusahaan peternakan (livestock farming enterprise) adalah peternakan yang dilakukan pada tempat tertentu, serta perkembangbiakan ternaknya dan manfaatnya diatur dan diawasi oleh peternak/manusia. (3) peternakan komersial (commercial farm) adalah usaha peternakan yang khusus menghasilkan hasil-hasil ternak yang akan dikonsumsi masnusia. (4) peternakan sampingan (side line livestock farming) adalah usaha peternakan yan dilakukan secara sambilan untuk mendapatkan tambahan hasil disamping usaha utama.
PEMBAHASAN
A. Ternak
Ternak dalam arti hewan piaraan baik ternak besar, ternak kecil ataupun aneka ternak lainnya pasti menhasilkan hasil yang positif dan hasil yang negatif. Seperti yang kita ketahui dan kita pahami apabila seseorang mempunyai peternakan setidaknya orang itu telah memberikan kontribusi yang baik yaitu memenuhi kebutuhan sumber makana bagi manusia disekitarnya itu adalah hal positifnya tepi coba kita lihat dari segi negatifnya ternyata peternakan adalah penyumbang terbesar emisi gas-gas rumah kaca (GRK) di dunia seperti yang di ungkapkan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) tahun 2006 yang telah di kutif secara luas.
“Hewan ternak telah dikenal sebagai penyumbang emisi GRK. “Bayangan Panjang Peternakan (Livestock’s Long Shadow)”, laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) tahun 2006 yang telah dikutip secara luas, memperkirakan emisi sebesar 7.516 juta metrik ton ekuivalen CO2 (CO2e) per tahun, atau 18 persen emisi GRK dunia setiap tahun, dihasilkan oleh hewan ternak sapi, kerbau, domba, kambing, unta, kuda, babi, dan unggas. Dengan jumlah sebesar itu, peternakan sangat jelas memenuhi syarat untuk mendapat perhatian besar dalam mencari cara-cara untuk menangani perubahan iklim. Tetapi analisa kami memperlihatkan bahwa peternakan dan hasil sampingnya sebenarnya bertanggung jawab atas setidaknya 32.564 juta metrik ton CO2e per tahun, atau 51 persen dari seluruh emisi GRK dunia setiap tahun.”
Pernyataan FAO adalah pernyataan tegas dan memerlukan bukti yang kuat, lalu FAO menindaklanjuti masalah ini yaitu dengan meninjau kembali sumber-sumber emisi GRK baik secara langsung maunpu secara tidak langsung. Ternyata setelah meninjaunya lebih dalam lagi FAO mendapatkan bukti yang awalnya peternakan menyumbang 18 persen emisi GRK menurun menjadi 11,8 persen. Ternyata berkurangnya penghitungan ini berdasarkan beberapa aspek yang yang tidak terhitung atau salah penempatan, yaitu :
1. Pernafasan
Pernafasan dari hewan ternak bukanlah sumber CO2 bersih… Emisi dari pernafasan hewan ternak adalah bagian dari sistem biologi yang cepat berubah, dimana tanaman yang dikonsumsi terbuat dari proses pengubahan CO2 di atmosfer menjadi senyawa organik. Karena jumlah yang dikeluarkan dan diserap dianggap sama, pernafasan hewan ternak tidak dianggap sebagai sumber emisi yang bersih oleh Protokol Kyoto. Sesungguhnya, karena sebagian karbon yang dikonsumsi disimpan dalam jaringan hidup hewan yang bertumbuh itu, pertumbuhan kawanan ternak global bahkan bisa dianggap sebagai penyimpan karbon. Tingkat persediaan biomasa peternakan meningkat secara signifikan pada dekade terakhir… Pertumbuhan yang terus-menerus ini… dapat dianggap sebagai proses penyimpanan karbon (perkiraan kasar 1 atau 2 juta ton karbon per tahun).
Tetapi ini adalah cara yang keliru dalam melihat perkara ini. Kita periksa kenyataan penyimpanan karbon terlebih dulu: Penyimpanan karbon yang baik mengacu pada penyaringan CO2 dari atmosfer dan menimbunnya di dalam tempat penyimpanan atau dalam senyawa yang stabil sehingga ia tidak bisa lepas dalam jangka waktu lama. Bahkan jika seseorang menganggap tubuh hewan ternak sebagai penyimpan karbon, dari perkiraan FAO sendiri jumlah karbon yang tersimpan dalam hewan ternak terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah yang disimpan pada hutan yang dibabat untuk lahan menanam pakan ternak dan ladang merumput.
Karbon dioksida dari pernafasan hewan bertanggung jawab atas 21% GRK antropogenik di seluruh dunia, menurut perkiraan ahli fisika Inggris Alan Calverd pada tahun 2005. Dia tidak memberikan jumlah CO2, tapi ternyata ada sekitar 8.769 juta ton. Calverd adalah satu-satunya pencetus awal perkiraan dalam bidang ini, tetapi karena hanya melibatkan satu variabel (total berat seluruh hewan ternak, karena semuanya kecuali ikan budidaya berdarah dingin, menghembuskan CO2 yang secara kasar berjumlah sama per kilogramnya), seluruh kalkulasi CO2 dari pernafasan untuk berat tertentu pada hewan ternak akan berkisar sama.
Perkiraan Calverd tidak memperhitungkan fakta bahwa CO2 dari pernafasan hewan ternak dikesampingkan dari persediaan GRK global. Juga tidak memperhitungkan GRK baru yang diakibatkan oleh peternakan dalam analisis kami. Setelah menambahkan semua GRK yang relevan bagi persediaan GRK global, persentase GRK yang diakibatkan pernafasan peternakan turun dari 21 persen menjadi 13,7 persen.
2. Lahan
Sejalan dengan berkurangnya luas padang rumput secara global, otomatis cara satu-satunya untuk memproduksi lebih banyak hewan ternak dan pakannya adalah dengan membabat hutan alami. Pertumbuhan pasar produk-produk hewan ternak paling banyak terjadi di negara-negara berkembang dengan hutan hujan normalnya dapat menyimpan setidaknya 200 ton karbon per hektar. Ketika hutan berubah menjadi padang rumput, muatan karbon yang dapat disimpan per hektarnya berkurang menjadi 8 ton saja.
Secara rata-rata, setiap hektar padang rumput mendukung tak lebih dari seekor sapi, yang kandungan karbonnya berkisar satu ton saja. Bandingkan dengan hutan yang dapat menyerap lebih dari 200 ton karbon per hektar yang mungkin akan dilepaskan dalam waktu singkat setelah hutan dan tumbuhan lain dipotong, dibakar, atau dikunyah. Dari dalam tanah, per hektarnya ada 200 ton karbon lainnya yang mungkin dilepaskan, yang bakal ditambah lagi dengan GRK lainnya dari pernafasan dan kotoran hewan ternak. Jadi, hewan ternak dari jenis apapun merupakan “celengan” karbon kecil yang memicu pelepasan “celengan” karbon luar biasa besar yang tersimpan di dalam tanah dan hutan-hutan. Tetapi jika produksi hewan ternak dan pakan ternak berhenti maka hutan seringkali akan meremajakan dirinya kembali. Fokus utama dalam upaya-upaya untuk mengurangi GRK selama ini adalah pengurangan emisi, tetapi hutan yang mempunyai kemampuan untuk mengurangi dampak GRK secara cepat dan murah telah lenyap lebih dahulu.
Atau misalkan tanah yang digunakan sebagai tempat merumput hewan ternak dan menanam pakannya, digunakan sebagai lahan pertanian yang hasilnya dapat dimakan langsung oleh manusia atau dijadikan biofuel (bahan bakar dari tanaman). Bahan bakar ini dapat menggantikan setengah dari batu bara yang digunakan di seluruh dunia, yang bertanggung jawab atas 3.340 juta ton emisi CO2e setiap tahunnya. Jumlah tersebut mewakili 8 persen persediaan GRK seluruh dunia di luar tambahan GRK yang dihitung dalam artikel ini, atau 5,6 persen GRK seluruh dunia jika GRK yang dihitung di artikel ini dimasukkan. Jika jumlah biomasa dari pakan ternak dipilih dan diproses dengan benar, maka biofuel dapat menghasilkan 80 persen lebih sedikit GRK per unit energi dibandingkan batu bara. Oleh karena itu, emisi ekstra yang dihasilkan karena penggunaan lahan untuk berternak dan menanam pakan ternak bisa diperkirakan menjadi 2.672 juta ton CO2e, atau 4,2 persen dari emisi GRK tahunan di seluruh dunia.
Mengingat dua skenario yang masuk akal ini, paling tidak 4,2 persen GRK dunia seharusnya dihitung sebagai emisi terkait lenyapnya pengurangan GRK karena penggunaan lahan untuk merumput hewan ternak dan menanam makanannya.
3. Metana
Menurut data FAO, 37 persen metana yang dihasilkan oleh manusia berasal dari hewan ternak. Meskipun efek pemanasan metana di atmosfer jauh lebih kuat daripada CO2, tetapi umur paruhnya di atmosfer hanya sekitar 8 tahun, dibandingkan CO2 yang setidaknya selama 100 tahun. Sebagai hasilnya, pengurangan pemeliharaan hewan ternak secara signifikan di seluruh dunia akan mengurangi GRK secara lebih cepat dibandingkan dengan menerapkan kebijakan dalam energi terbarukan dan efisiensi energi.
Kapasitas GRK dalam menyerap panas di atmosfer disebut sebagai potensi pemanasan global / global warming potential (GWP), dengan CO2 ditentukan mempunyai potensi pemanasan 1 (GWP-nya = 1). Hitungan GWP terbaru yang secara luas telah disepakati untuk metana adalah 25 dalam jangka waktu 100 tahun - tetapi angkanya menjadi 72 jika menggunakan jangka waktu 20 tahun. Hal ini lebih cocok karena dampak metana yang besar akan berkurang dalam jangka 20 tahun dan dampak buruk perubahan iklim diperkirakan akan terjadi dalam jangka 20 tahun ke depan jika tidak ada pengurangan GRK secara signifikan. Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim juga mendukung penggunaan jangka waktu 20 tahun untuk metana.
FAO memperkirakan peternakan menghasilkan sekitar 103 juta ton emisi metana di tahun 2004 dari proses fermentasi di dalam pencernaan hewan dan pengelolaan kotoran ternak, ini setara dengan 2.369 juta ton CO2e. Jumlah ini adalah 3,7 persen dari GRK dunia, nilai yang dipakai FAO dengan acuan GWP 23 yang sudah kadaluwarsa. Jika menggunakan GWP 72, maka metana dari peternakan bertanggung jawab terhadap 7.416 juta ton CO2e atau 11,6 persen GRK di seluruh dunia. Jadi dengan menggunakan jangka waktu 20 tahun dan bukannya 100 tahun maka kenaikan jumlah metana yang diakibatkan oleh produk-produk hewan ternak adalah sebesar 5.047 juta ton CO2e atau 7,9 persen. (Perhitungan lebih jauh diperlukan untuk menyesuaikan kembali emisi metana selain hasil emisi yang terkait dengan produk-produk hewan ternak dengan mengunakan jangka waktu 20 tahun.)
4. Sumber-sumber lain
Empat kategori tambahan dari GRK setidaknya berjumlah 5.560 ton CO2e (8,7 persen emisi GRK) yang telah diabaikan atau dihitung lebih kecil oleh FAO dan tidak dihitung dalam total GRK di seluruh dunia saat ini:
Pertama, Bayangan Panjang Peternakan mengutip data statistik FAO pada tahun 2002 sebagai sumber utama untuk perhitungan 18 persennya. Dari tahun 2002 sampai 2009, perkembangan produk hewan ternak di seluruh dunia telah naik 12 persen. Hal ini tentunya menghasilkan kenaikan emisi GRK secara proporsional. Melalui ekstrapolasi dari perkiraan FAO serta perkiraan kami, kami menghitung bahwa kenaikan dalam produk hewan ternak dari tahun 2002 sampai 2009 bertanggung jawab terhadap kira-kira 2.560 juta ton CO2e, atau 4,0 persen emisi GRK.
Kedua, FAO dan yang lainnya telah mencatat sering terjadinya perhitungan yang lebih kecil pada statistik resmi jumlah hewan ternak di pedesaan dan industri. Bayangan Panjang Peternakan tidak hanya menggunakan faktor yang belum dikoreksi dalam perhitungan itu, tetapi pada beberapa bagian ternyata menggunakan jumlah yang lebih rendah daripada yang ada dalam statistik FAO dan lainnya. Sebagai contoh, Bayangan Panjang Peternakan melaporkan bahwa ada 33,0 juta ton unggas yang dihasilkan di seluruh dunia pada tahun 2002, sementara Gambaran Makanan (Food Outlook) FAO pada bulan April 2003 melaporkan bahwa ada 72,9 juta ton unggas diproduksi di seluruh dunia pada tahun 2002. Laporan itu juga menyatakan bahwa ada 21,7 miliar hewan ternak yang dipelihara di seluruh dunia, sementara banyak organisasi non-pemerintah melaporkan bahwa ada sekitar 50 miliar hewan ternak dipelihara setiap tahunnya di awal tahun 2000-an. Jika jumlah yang benar mendekati 50 miliar dan bukannya 21,7 miliar, maka persentase GRK di seluruh dunia yang didasarkan atas statistik jumlah hewan ternak resmi yang dihitung lebih kecil itu kemungkinan besar berada di atas 10 persen.
Ketiga, FAO menggunakan kutipan tentang berbagai aspek GRK dari hewan ternak pada tahun-tahun sebelumnya seperti tahun 1964, 1982, 1993, 1999, dan 2001. Emisi-emisi saat ini pasti jauh lebih tinggi.
Keempat, FAO menyebutkan Minnesota sebagai sumber data yang kaya. Tetapi jika data ini disama-ratakan ke seluruh dunia maka mereka mengecilkan nilai-nilai yang sebenarnya, karena kegiatan peternakan di Minnesota lebih efisien daripada kegiatan peternakan di sebagian besar negara-negara berkembang yang sektor peternakannya tumbuh paling cepat.
Terakhir, kami percaya bahwa FAO telah mengabaikan beberapa emisi yang telah dihitung di sektor lain di luar peternakan. Emisi-emisi ini berjumlah sedikitnya 3.000 juta ton CO2e, atau 4,7 persen emisi GRK di seluruh dunia.
Pertama, FAO menyatakan bahwa “pembabatan hutan yang berhubungan dengan hewan ternak seperti yang dilaporkan, contohnya oleh Argentina tidak dimasukkan” dalam perhitungan GRKnya.
Kedua, FAO mengabaikan peternakan ikan dari definisi hewan ternaknya sehingga gagal untuk menghitung GRK dari siklus hidup dan rantai pasokan mereka. FAO juga mengabaikan emisi-emisi GRK dari konstruksi dan operasi industri-industri di lautan serta di daratan untuk menangani organisme laut yang diperuntukkan memberi makan hewan ternak (sampai separuh dari tangkapan organisme laut tahunan).
Terakhir, FAO tidak menghitung jumlah GRK yang jumlahnya lebih tinggi pada masing-masing tahapan untuk menghasilkan produk hewani dibandingkan produk nabati:
• Fluorokarbon (Diperlukan untuk mendinginkan produk-produk hewani, jumlahnya jauh lebih banyak daripada produk nabati), yang memiliki potensi pemanasan global sampai beberapa ribu kali lebih tinggi daripada CO2.
• Memasak, yang biasanya memerlukan suhu yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama untuk memasak daging daripada produk nabati, dan di negara berkembang mereka memakai banyak arang (dengan menebang pohon sehingga mengurangi penyerapan karbon) dan minyak tanah. Masing-masing menghasilkan jumlah GRK yang tinggi.
• Pembuangan kotoran cair ternak yang tak terelakkan, juga limbah dari produk hewan ternak lainnya dalam bentuk tulang, lemak, dan produk-produk rusak, yang semuanya menghasilkan GRK dalam jumlah besar ketika dibuang di tempat pembuangan sampah, tempat pembakaran sampah, dan saluran air.
• Produksi, distribusi, dan pembuangan produk-produk sampingan seperti kulit, bulu, dan kemasannya.
• Produksi, distribusi, dan pembuangan kemasan yang digunakan untuk produk-produk hewani, yang untuk alasan kesehatan dibutuhkan lebih banyak daripada produk-produk nabati.
• Perawatan medis yang intensif karbon karena jutaan kasus penyakit zoonosis (yang disebabkan oleh hewan) di seluruh dunia (seperti flu burung) dan penyakit degenerasi kronis (seperti penyakit jantung koroner, kanker, diabetes, dan hipertensi yang mengarah pada stroke) berhubungan erat dengan konsumsi produk peternakan. Perhitungan GRK yang dihasilkan produk peternakan secara menyeluruh harus memasukkan juga emisi untuk konstruksi dan operasi industri-industri farmasi dan kesehatan yang digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit ini.
Seperti inilah faktanya dampak negatif dari peternakan yaitu sebagai penghasil gas-gas emisi GRK seperti metana, karbon dioksida, dll. Dalam baru-baru ini ada penemuan baru dari seorang peniliti Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bali menunjukan bahwa pemanfaatan limbah tanaman lidah buaya sebagai pakan ternak sapi ternyata mampu mengurangi kandungan gas metan dari kotoran sapi hingga 15 persen.
Peneliti dari Fakultas Peternakan, Gede mahardika mengatakan, pemanfaatan lidah buaya diharapkan mempu mengurangi gas metan ke udara, sekaligus menjadi kontribusi peternakan dalam menanggulanngi pemanasan global. Ternyata penggunaan limbah lidah buaya sebagai pakan ternak tidak hanya mengurangi kandungan gas metan dalam kotoran sapi, tetapi juga bisa meningkatkan pemanfaatan kalori untuk pertumbuhan hewan ternak.
KESIMPULAN
Peternakan memang tidak hanya menghasilkan manfaat yang positif di dalam kehidupan manusia tetapi juga menghasilkan dampak negatif seperti yang telah dijelaskan yaitu sebagai salah satu penyumbang emisi-emisi gas rumah kaca.
Hasil positif setelah mengetahui tentang hal ini adalah mencoba menemukan dan memberikan kontribusi dari dunia peternakan dalam menanggulangi pemanasan global yang terjadi sekarang ini, seperti memberikan pakan limbah lidah buaya kepada ternak ruminansia contohnya sapi untuk menurunkan persentasi gas metan dalam feses sapi menjadi 15 persen.
DAFTAR PUSTAKA
Pengantar Ilmu Peternakan, semester 1
www.worldwatch.org/ww/livestock/
http://iklimkarbon.com/2010/11/19/tanggulangi-pemanasan-global-dengan-lidah-buaya/