Page

Selasa, 02 Agustus 2011

MENYIKAPI LARANGAN EKSPOR SAPI AUSTRALIA KE INDONESIA


Kementerian Pertanian mengaku tak takut bila Pemerintah Australia menutup keran ekspor sapinya. Sebab, kementerian yakin produksi sapi Indonesia bisa memenuhi jumlah konsumsi masyarakat. Seharusnya rakyat tidak perlu terlalu takut akan kekurangan daging sapi di Indonesia, karena menurut data populasi sapi dalam negeri sudah mencapai 12,6 juta pertahun. Adapun konsumsi mencapai 3 juta ekor pertahun. Jumlah itu berdasarkan hasil perhitungan antara konsumsi daging sapi sebanyak 2,4 kilogram perkapita pertahun, dengan jumlah masyarakat Indonesia sebanyak 241 juta.

Populasi sapi di Indonesia masih bisa ditingkatkan di berbagai daerah produksi seperti Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, Sumatera dan Bali. Begitu pula dengan strategi distribusinya kepada masyarakat. Sehingga, Indonesia tidak lagi tergantung dengan impor sapi dari Negeri Kangguru sebesar 600 ribu ekor pertahun. Tinggal mengarahkan pelaku industri untuk menyerap produksi dalam negeri. Kalaupun jumlah produksi tidak bisa meningkat drastis, sebenarnya tidak ada masalah. Masyarakat Indonesia tidak tergantung pada konsumsi daging sapi. "Kalau tidak ada daging sapi, mereka bisa makan daging ayam”.

Memang harus diakui bahwa penyembelihan sapi di rumah potong hewan tradisional kurang memperhatikan kaidah kesejahteraan hewan atau animal welfare. Namun investigasi Australia yang menyebutkan sapi ekspornya dipukuli, dicambuk, dan dibiarkan sekarat dalam waktu lama hal ini masih perlu dibuktikan kebenarannya, dan hal tersebut menjadi masukan yang sangat berharga untuk membenahi RPH yang ada. Kalaupun ternyata ada satu-dua RPH yang berlaku semacam itu terhadap hewan, tentunya tidak bisa digeneralisasi terhadap seluruh RPH di Indonesia.

Namun kesimpulan yang dapat kita ambil dari kasus ini adalah :

  1. Masalah yang ditakuti warga Indonesia akan kekurangan daging sapi tidak perlu dipermasalahkan kembali, karena menurut data yang diperoleh sapi yang ada di Indonesia cukup untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di Indonesia dan memang sudah saatnya Indonesia melakukan swasembada daging. Seandainya tidak makan daging sapi kita masih bisa makan daging ayam.
  2. Masalah penyiksaan yang dilakukan oleh beberapa rumah potong hewan sebaiknya jangan digeneralisasi menjadi suatu keseluruhan rumah potong yang tidak memenuhi standar. Sebab, yang melakukan perlakuan brutal terhadap hewan ternak hanya beberapa rumah potong hewan. Dari data yang diperoleh sekitar 120 RPH yang ada di Indonesia, saat ini hanya ada penundaan ekspor ke 11 RPH. Peristiwa ini menjadi momentum untuk introspeksi ke dalam. Jika memang ada hal-hal yang tidak sesuai dengan standar yang harus dipenuhi, harus dilakukan perbaikan.
  3. Animal welfare must go !